Rabu, 19 Desember 2012

pemanfaatan enceng gondok


Beberapa laporan penelitian menyebutkan permukaan danau semayang sekitar 65 – 75 persen tertutup vegetasi air seperti enceng gondok, kiambang, kumpai, dan jenis gulma air lainnya. Tumbuhan-tumbuhan air ini merupakan salah satu penyebab cepatnya terjadi pendangkalan karena mempercepat laju penguapan. Selain itu, pendangkalan yang sangat cepat juga disebabkan oleh erosi. Dilaporkan juga bahwa Danau Melintang (11.000 hektar) dan Danau Semayang (13.000 hektar) di pedalaman Kalimantan Timur (Kaltim) kini mengalami kerusakan yang sangat parah akibat sedimentasi. Saat ini sekitar 70 persen lahan Danau Melintang dan Danau Semayang mengalami pendangkalan serius. Kedalaman air yang tersisa hanya sekitar setengah hingga dua meter.  Menurut hasil studi ilmiah, ketebalan lumpur di Danau Melintang dan Danau Semayang saat ini mencapai lima meter. Itu merupakan dampak sedimentasi menahun dalam dua dekade yang mencapai puncaknya pada sepuluh tahun terakhir. Selain kedua danau tersebut diatas, Danau Jempang mengalami hal yang sama. Tebalnya lumpur membuat danau-danau di sekitar Sungai Mahakam kehilangan fungsi untuk menampung air di kala musim hujan. Air yang tidak tertampung inilah yang menyebabkan banjir di daratan sekitar Sungai Mahakam sampai ke Kota Samarinda. Danau Semayang, Melintang, dan Jempang merupakan tiga danau yang berlokasi di Sungai Mahakam. Pada musim hujan, danau tersebut berubah seperti laut, tetapi pada musim kemarau, kering dan biasa ditanami padi.
Eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) (Solms) merupakan tumbuhan air terbesar yang hidup mengapung bebas (floating plants) yang ditemukan pertama kali pada air tergenang di Daerah Aliran Sungai Amazon di Brasil pada tahun 1824 oleh Karl von Martius (Pieterse dalam Dinges, 1982).  Tumbuhan air, terutama eceng gondok dianggap sebagai pengganggu atau gulma air karena menimbulkan kerugian. Pada suatu bendungan (waduk) gulma air akan menimbulkan dampak negatif berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal yaitu mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi, mempersulit transportasi perairan, menurunkan hasil perikanan. Disisi lain, potensi eceng gondok sebagai sumber bahan organik alternatif dapat dilihat dari beberapa studi terdahulu terutama untuk mengetahui produksi biomassanya. Dilaporkan bahwa produksi biomassa eceng gondok di Rawa Pening dapat mencapai 20 – 30,5 kg/matau 200 – 300 ton/ Ha (Slamet, dkk, 1975). National Academy of Science (1977) juga melaporkan bahwa biomassa eceng gondok di Bangladesh dapat  mencapai lebih dari 300 ton per hektar per tahun. Dari data tersebut, eceng gondok merupakan bahan organik yang potensial untuk dikembangkan antara lain untuk pupuk organik dan media tumbuh. Pengolahan eceng gondok melalui teknologi pengomposan  menghasilkan produk berupa bahan organik yang lebih halus dan telah terdekomposisi sempurna. Proses pengomposan itu sendiri merupakan proses hayati yang melibatkan aktivitas mikroorganisme antara lain bakteri, fungi dan protozoa (Golueke, 1992). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan eceng gondok sebagai sumber bahan organik mampu memperbaiki struktur fisik tanah, meningkatkan ketersediaan unsur hara, pertumbuhan vegetatif dan produksi jagung manis (Soewarno, 1985 ; Suprihati 1991).
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan Sasaran kegiatan ini adalah :
  1. Mengkaji potensi dan permasalahan eceng gondok di Kabupaten Kutai Kartanegara pada umumnya dan di 3 (tiga) kecamatan pada khususnya yaitu Kec. Muara Wis, Kec. Kota Bangun dan Kec. Kenohan.
  2. Mendapatkan pola pengelolaan eceng gondok untuk bahan baku pupuk organik dan teknologi pengomposannya.
  3. Mendapatkan teknologi aplikasi penggunaan pupuk organik dari eceng gondok untuk pengembangan tanaman hortikultura dan tanaman pangan guna mendapatkan produk organik yang ramah lingkungan. Penggunaan pupuk organik juga dimaksudkan sebagai substitusi penggunaan pupuk kimia yang diharapkan dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan.
1.3. Luaran
Luaran dari kegiatan ini adalah :
  1. Informasi potensi dan permasalahan eceng gondok di Kec. Muara Wis, Kec. Kota Bangun dan Kec. Kenohan – Kabupaten Kutai kartanegara.
  2. Mendapatkan estimasi potensi pupuk organik dari eceng gondok yang dapat dihasilkan di ke–3 Kecamatan, Kabupaten Kartanegara tersebut diatas.
  3. Rekomendasi aplikasi pemanfaatan pupuk organik dari eceng gondok untuk tanaman hortikultura dan tanaman pangan.
  4. Rekomendasi dibangunnya Pusat Percontohan Pembuatan Pupuk Organik dari Eceng Gondok dan Aplikasinya untuk Tanaman Hortikultura dan tanaman pangan.
1.4. Kerangka Pemikiran
  1. Adanya potensi eceng gondok di Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kec. Muara Wis, kota Bangun dan Kenohan  yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk organik.
  2. Adanya upaya pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam menambah fungsi lahan untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, diharapkan permasalahan tentang kelangkaan atau kekurangan pupuk dapat teratasi oleh pupuk oganik terutama dari eceng gondok. Dengan dikuasainya teknologi pembuatan pupuk organik dari eceng gondok, diharapkan masyarakat tani setempat dapat mengaplikasikan sehingga dapat  mengelola dan meningkatkan sendiri budidaya tanaman pangan dan hortikultura. Dengan demikian dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat tani terutama yang berada di wilayah pedesaan.
  3. Dengan penerapan kebijakan penggunaan pupuk organik, selain produk organik yang diperoleh sekaligus dapat mengurangi pencemaran lingkungan terhadap penggunaan pupuk kimia yang berlebihan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar